PELAJARAN DARI SEBUAH KLINIK – Bismillah… Suatu hari di Syihir, saya pergi berobat ke sebuah klinik seorang teman. Hari itu klinik ramai dengan para pasien. Mereka adalah para nelayan Yaman yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan. Kebanyakan dari mereka –kalau tidak semua- tidak menempuh pendidikan formal. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa baca tulis.
Ketika menunggu giliran saya tiba, saya ikut mendengarkan pembicaraan di antara mereka.
Salah seorang dari mereka bertanya kepada yang lain, "Kamu sakit apa?"
Yang ditanya menjawab, "Saya sakit ini dan itu…"
Orang yang bertanya lalu bilang, "Oh, sakit itu… Gampang.. Obatnya gini (dia menyebut nama sesuatu yang saya kira nama obat), kamu minum sehari tiga kali bla bla bla.."
Tiba-tiba nelayan yang ketiga datang nimbrung, "Oh bukan… sakitmu itu penyebabnya demikian dan demikian. Cara mengobatinya bla bla bla…" Dia mencoba memberikan solusi yang berbeda kepada si sakit.
Si sakit yang tadi ditanya pun keningnya berkerut. Si nelayan A bilang begini, si nelayan B bilang begini. Alih-alih mendapat solusi atas penyakit yang dia derita, dia pun malah jadi bingung mendengar penjelasan dua orang temannya tadi…
Sebenarnya si sakit tak perlu bingung. Cukup acuhkan saja ucapan kedua temannya tadi, bersabar tunggu gilirannya tiba, lalu konsultasikan penyakitnya dengan si dokter, kemudian dia sebutkan semua perkara yang berhubungan dengan penyakitnya, keluhan apa yang diderita, kapan mulai diderita. Dokter pun akan menganalisa apa penyakitnya, kemudian memberikan solusi bagaimana agar dia sembuh. Begitu sederhana.
Kejadian di atas adalah kejadian ringan yang biasa kita temui dalam keseharian kita. Di mana orang-orang BERBICARA TIDAK PADA BIDANGNYA. Ketika nelayan, yang kesehariannya menangkap ikan, tidak pernah belajar formal -apalagi belajar kedokteran- lalu bicara tentang masalah kedokteran, MENDIAGNOSA PENYAKIT SECARA ASAL-ASALAN, lalu MEMBERI OBAT ASAL-ASALAN juga, apakah solusi yang akan dia berikan? Ataukah hanya akan menambah mudharat bagi si sakit? Tentu dia hanya akan menambah kemudharatan bagi si sakit.
Saudaraku, apa yang kita bicarakan di atas adalah permasalahan dunia. Masalah dokter dan kesehatan.
Sekarang coba kita analogikan dengan permasalahan agama. Yang hubungannya tidak cuma dengan dunia, tapi juga dengan seorang hamba. Betapa banyak orang berbicara tentang permasalahan agama tanpa dilandasi dengan ilmu.
Orang yang tidak intens belajar agama, atau paling sekali dua kali seminggu hadir kajian, atau mungkin belajar dari buku-buku terjemahan, atau mungkin hanya mengandalkan GOOGLE untuk mencari artikel agama untuk dicopy-paste… tiba-tiba angkat suara, bicara soal masalah-masalah penting dalam agama, dalam permasalahan dakwah, dalam permasalahan umat. Kebaikan atau kerusakankah yang akan dia timbulkan?
Oleh karena itu wahai saudaraku, jika ada permasalahan agama yang tidak kita ketahui bertanyalah kepada orang berilmu. Jangan sampai kita berbicara dalam permasalahan penting ini tanpa ada landasan ilmu.
Allah berfirman,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya" (Al Isra': 36)
Mari kita tutup telinga kita, jangan kita dengarkan ocehan orang-orang jahil yang hanya akan membuat kita bingung dan mungkin membuat kita tersesat arah. Kita kembalikan kepada para ulama, orang-orang yang berilmu.
Allah berfirman,
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui." (An Nahl: 43)
Kemudian apabila sampai kepada antum suatu permasalahan yang kontroversial, janganlah buru-buru mengambil kesimpulan apalagi sampai ikut menyebarluaskannya. Media sosial seperti Facebook ini kadang punya efek merusak yang sangat besar. Orang dengan mudah menyebarkan kabar berita. Hanya dengan sekali klik tombol share, maka tersebarlah berita tanpa dipertimbangkan dahulu efek negatifnya ke depan.
Allah berfirman,
وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌۭ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ
"Dan apabila datang kepada mereka suatu cerita tentang keamanan atau ketakutan mereka lalu menyebarluaskannya. Apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka tentulah orang-orang yang mampu menyimpulkan di antara mereka akan mengetahuinya." (An Nisa :83).
Ketika menafsirkan ayat ini Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Si'di rahimahullah berkata,
وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ.
“Dalam ayat ini ini terkandung sebuah kaidah adabiyyah, yaitu jika ada pembahasan pada sebuah perkara, maka HENDAKNYA DISERAHKAN KEPADA AHLINYA DAN JANGAN COBA-COBA MENDAHULUI MEREKA karena inilah yang lebih dekat kepada kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan.
Beliau juga mengatakan,
وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لافيحجم عنه؟
Dan ayat ini juga mengandung LARANGAN TERBURU-BURU, TERGESA-GESA MENYEBARKAN BERITA saat mendengarnya. (Di dalamnya) juga terdapat perintah untuk BERPIKIR SEBELUM BICARA, dan perintah untuk cermat dalam melihat. Apakah di dalamnya ada maslahatnya sehingga dia pun maju? Ataukah tidak ada maslahatnya maka dia pun MENAHAN DIRI?"
Poin-poin penting sengaja saya tulis dengan huruf kapital agar bisa menjadi perhatian kita semua.
Mungkin ini sedikit yang bisa kita share dalam kesempatan ini. Semoga bisa bermanfaat bagi semua. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.
Ditulis di Darul Hadits Syihir – Hadramaut
Malam Kamis 19 Rabiul Awwal 1434 H, 30-1-2013 M
Ketika menunggu giliran saya tiba, saya ikut mendengarkan pembicaraan di antara mereka.
Salah seorang dari mereka bertanya kepada yang lain, "Kamu sakit apa?"
Yang ditanya menjawab, "Saya sakit ini dan itu…"
Orang yang bertanya lalu bilang, "Oh, sakit itu… Gampang.. Obatnya gini (dia menyebut nama sesuatu yang saya kira nama obat), kamu minum sehari tiga kali bla bla bla.."
Tiba-tiba nelayan yang ketiga datang nimbrung, "Oh bukan… sakitmu itu penyebabnya demikian dan demikian. Cara mengobatinya bla bla bla…" Dia mencoba memberikan solusi yang berbeda kepada si sakit.
Si sakit yang tadi ditanya pun keningnya berkerut. Si nelayan A bilang begini, si nelayan B bilang begini. Alih-alih mendapat solusi atas penyakit yang dia derita, dia pun malah jadi bingung mendengar penjelasan dua orang temannya tadi…
Sebenarnya si sakit tak perlu bingung. Cukup acuhkan saja ucapan kedua temannya tadi, bersabar tunggu gilirannya tiba, lalu konsultasikan penyakitnya dengan si dokter, kemudian dia sebutkan semua perkara yang berhubungan dengan penyakitnya, keluhan apa yang diderita, kapan mulai diderita. Dokter pun akan menganalisa apa penyakitnya, kemudian memberikan solusi bagaimana agar dia sembuh. Begitu sederhana.
Kejadian di atas adalah kejadian ringan yang biasa kita temui dalam keseharian kita. Di mana orang-orang BERBICARA TIDAK PADA BIDANGNYA. Ketika nelayan, yang kesehariannya menangkap ikan, tidak pernah belajar formal -apalagi belajar kedokteran- lalu bicara tentang masalah kedokteran, MENDIAGNOSA PENYAKIT SECARA ASAL-ASALAN, lalu MEMBERI OBAT ASAL-ASALAN juga, apakah solusi yang akan dia berikan? Ataukah hanya akan menambah mudharat bagi si sakit? Tentu dia hanya akan menambah kemudharatan bagi si sakit.
Saudaraku, apa yang kita bicarakan di atas adalah permasalahan dunia. Masalah dokter dan kesehatan.
Sekarang coba kita analogikan dengan permasalahan agama. Yang hubungannya tidak cuma dengan dunia, tapi juga dengan seorang hamba. Betapa banyak orang berbicara tentang permasalahan agama tanpa dilandasi dengan ilmu.
Orang yang tidak intens belajar agama, atau paling sekali dua kali seminggu hadir kajian, atau mungkin belajar dari buku-buku terjemahan, atau mungkin hanya mengandalkan GOOGLE untuk mencari artikel agama untuk dicopy-paste… tiba-tiba angkat suara, bicara soal masalah-masalah penting dalam agama, dalam permasalahan dakwah, dalam permasalahan umat. Kebaikan atau kerusakankah yang akan dia timbulkan?
Oleh karena itu wahai saudaraku, jika ada permasalahan agama yang tidak kita ketahui bertanyalah kepada orang berilmu. Jangan sampai kita berbicara dalam permasalahan penting ini tanpa ada landasan ilmu.
Allah berfirman,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya" (Al Isra': 36)
Mari kita tutup telinga kita, jangan kita dengarkan ocehan orang-orang jahil yang hanya akan membuat kita bingung dan mungkin membuat kita tersesat arah. Kita kembalikan kepada para ulama, orang-orang yang berilmu.
Allah berfirman,
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui." (An Nahl: 43)
Kemudian apabila sampai kepada antum suatu permasalahan yang kontroversial, janganlah buru-buru mengambil kesimpulan apalagi sampai ikut menyebarluaskannya. Media sosial seperti Facebook ini kadang punya efek merusak yang sangat besar. Orang dengan mudah menyebarkan kabar berita. Hanya dengan sekali klik tombol share, maka tersebarlah berita tanpa dipertimbangkan dahulu efek negatifnya ke depan.
Allah berfirman,
وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌۭ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ
"Dan apabila datang kepada mereka suatu cerita tentang keamanan atau ketakutan mereka lalu menyebarluaskannya. Apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka tentulah orang-orang yang mampu menyimpulkan di antara mereka akan mengetahuinya." (An Nisa :83).
Ketika menafsirkan ayat ini Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Si'di rahimahullah berkata,
وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ.
“Dalam ayat ini ini terkandung sebuah kaidah adabiyyah, yaitu jika ada pembahasan pada sebuah perkara, maka HENDAKNYA DISERAHKAN KEPADA AHLINYA DAN JANGAN COBA-COBA MENDAHULUI MEREKA karena inilah yang lebih dekat kepada kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan.
Beliau juga mengatakan,
وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لافيحجم عنه؟
Dan ayat ini juga mengandung LARANGAN TERBURU-BURU, TERGESA-GESA MENYEBARKAN BERITA saat mendengarnya. (Di dalamnya) juga terdapat perintah untuk BERPIKIR SEBELUM BICARA, dan perintah untuk cermat dalam melihat. Apakah di dalamnya ada maslahatnya sehingga dia pun maju? Ataukah tidak ada maslahatnya maka dia pun MENAHAN DIRI?"
Poin-poin penting sengaja saya tulis dengan huruf kapital agar bisa menjadi perhatian kita semua.
Mungkin ini sedikit yang bisa kita share dalam kesempatan ini. Semoga bisa bermanfaat bagi semua. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.
Ditulis di Darul Hadits Syihir – Hadramaut
Malam Kamis 19 Rabiul Awwal 1434 H, 30-1-2013 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar