Selasa, 11 Maret 2014

Muhammad Zakarriya Razi

Muhammad Zakarriya Razi

(Ilmuwan Muslim Terkemuka dan Bapak Pediatry)
(Muhammad Zakariyya Razi atau Abu Bakar ar-Razi atau Abu Bakar Muhammad ar-Razi merupakan salah satu sosok sarjana Muslim yang kontroversial. Dunia mengakuinya sebagai dokter dan fisikawan terbesar yang pernah dilahirkan peradaban Islam di abad pertengahan. Akan tetapi di kalangan Muslim, Razi sempat menghadapi tuduhankafir karena pandangan-pandangan filsafatnya yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam )

Muhammad Zakariyya Razi lahir di Shahre Rey dekat Teheran, Iran pada tahun 251 H atau 865 M. Pada awalnya, ia mengikuti karir bapaknya di pabrik pengolahan emas, tetapi di tengah-tengah pekerjaannya, secara bertahap ia tertarik untuk mendalami ilmu kimia. Kemudian, secara mendalam, ia melanjutkan studi dalam ilmu-ilmu alam, kedokteran, ilmu kimia, dan filsafat sampai mencapai puncak kemasyhurannya dalam ilmu kimia dan kedokteran.

Tidak secara pasti diketahui dari siapa Razi mempelajari kedokteran. Sebagian sejarawan percaya bahwa Razi mempelajari prinsip-prinsip dasar kedokteran lewat tulisan-tulisan kedokteran orang India, dan juga dari buku-buku fisika orang Yunani, khususnya Hippocrates dan Galen. Yang lain berpendapat bahwa ketika berada di Baghdad, Razi berhubungan dengan seorang ahli kimia dan pakar obat-obatan dari Rumah Sakit Mutazidi, sebuah rumah sakit terkenal di kota itu. Orang inilah yang membantunya untuk memperdalam farmasi dan kedokteran.

Setelah meraih gelar master dalam ilmu kedokteran, Razi bekerja pada Gubernur Rey, Abu Saleh Mansur ibn Ishaq Samani, yang mengantarkannya sebagai kepala rumah sakit di sana. Meskipun kerap kali mengadakan perjalanan ke Baghdad atas undangan khalifah, Razi menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota kelahirannya. Beberapa kali, Razi menderita penyakit yang berbeda-beda, sampai akhirnya menderita katarak yang membuatnya buta selama sisa hidupnya. Dengan dibantu murid-muridnya, Razi terus melakukan studi dan berhasil mempersembahkan penemuan-penemuan kedokterannya kepada mereka. Razi wafat pada tahun 313 H.

Karya – karya Razi

Kesungguhan Razi untuk belajar, meneliti, bekerja, dan menulis sangat menakjubkan. Ia pernah menulis dalam setahun lebih dari 20.000 lembar kertas. Bahkan, setelah daya penglihatannya berkurang, dia masih tetap tekun membaca dan menulis. Dalam hidupnya, Muhammad Zakariyya Razi telah menghasilkan beberapa karya yang luar biasa, sebagaimana telah diakui para sejarawan ternama seperti Biruni, Ibn Nadim, Georgi Zeidan, dan Edward Browne. Dia telah menulis sekitar 130 buku dan tesis dalam bidang kedokteran.

Kajian Filsafat yang dilakukan Razi

Razi mempelajari filsafat dengan Abu Zeid Balkhi dan Abul Abbas Iranshahri – para filosof dan pemikir yang terkenal dengan pemikiran liberal pada abad ke – 3 M. Mereka diketahui menyebarluaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan Iran klasik. Berbeda dengan para sarjana kontemporer, Muhammad Zakariyya Razi menentang logika Aristoteles dan pandangan-pandangan filsafatnya dipengaruhi oleh karya-karya Plato dan Manichaeisme, yang kemudian diserang oleh Farabi dan Biruni.

Amat disayangkan bahwa hampir semua karya tulisnya dalam bidang filsafat sudah tidak dapat ditemui lagi, dan itu boleh jadi karena dimusnahkan oleh lawan-lawannya, yang telah menuduhnya sebagai seorang yang Mulhid (menyimpang dari ajaran Islam). Tentunya, kebenaran tuduhan itu masih perlu diperdebatkan secara ilmiah.

Tulisan- tulisan dari mereka yang menyerang Razi menggambarkan bahwa dia menganut filsafat yang dikenal dengan doktrin lima yang kekal. Akan tetapi, tidak ada petunjuk yang pasti dalam karya tulis Razi bahwa ia menganut atau mengingkari doktrin tersebut. Sekiranya benar ia menganut paham tersebut. Maka secara teologis, dia tidak bisa dikafirkan, karena Al-Quran tidaklah memberitahu apakah Tuhan mencipta sejak azali sampai selamanya, atau bukan. Bila ya, tentu makhluk-makluk-Nya juga kekal, dan jika bukan, tentu tidak kekal. Karena itu, menurut akal, paham lima yang kekal itu tidak mustahil benar.

Razi juga dituduh kafir karena dianggap tidak mempercayai wahyu dan para nabi. Namun, dalam bukunya, Tibbar Ruhani, terdapat petunjuk bahwa dia menghargai syariat atau agama, dan menghargai para nabi sebagai manusia-manusia utama, yang harus diteladani. Dalam bukunya yang lain, Sirr al-Asrar, Razi memanjatkan doa shalawat bagi Nabi Muhammad. Oleh karena itu, tuduhan kafir atau zindik yang dialamatkan kepadanya sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan.

Karya- karya filsafat Razi yang masih ada meskipun terbatas, dianggap sangat bernilai dan menarik perhatian besar para pemikir, seperti kebiasaan yang ada pada zamannya, dia menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab, dan hanya beberapa bagian yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Nasser Khusrau seperti telah disebutkan dalam bukunya Zad al-Mussafirin.

Razia dan Ilmu Kedokteran

Tidak diragukan lagi, Razi merupakan penemu terbesar dalam ilmu kedokteran di Dunia Islam dan Iran. Berkat keluasan pengetahuannya dalam kedokteran, Razi telah menghasilkan berbagai jenis tulisan kedokteran dan eksperimen yang menginspirasi penemuan obat-obat baru bagi penyembuhan penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah cacar.

Dia merupakan fisikawan pertama yang menulis sebuah buku tentang penyakit-penyakit pada anak (pediatry) dan penyakit-penyakit menular pada anak. Karena hal inilah, ia dikenal di dunia Barat sebagai “Bapak Pediatry”. Dia juga merupakan fisikawan pertama yang menulis secara detail tentang hubungan antara negara dan kesehatan, serta manajemen penanganan pasien dalam rumah sakit berdasarkan penyakit-penyakitnya. Dalam tulisan-tulisan kedokterannya, Razi mencoba mendiagnosa gejala-gejala cacar dan campak, serta mencoba membahas tentang etika kedokteran. Razi juga dikenal sebagai orang yang sangat kritis terhadap para fisikawan gadungan (pseude – physicians).

Karya terbesarnya, al-Hawi fit Tibb, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan telah diajarkan di universitas-universitas Eropa selama 500 tahun, sebagai dasar dari pengetahuan kedokteran bagi kalangan fisikawan Barat. Demikian juga dengan bukunya yang lain. Tibb Mansuri, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Prancis, Itali dan Jerman. Namanya telah disebutkan sebagai fisikawan yang berpengaruh sampai abad ini, dan George Sartin telah menyebut masanya sebagai The Age of Razi – hal ini karena Razi adalah orang pertama yang mendiagnosa cacar dan campak, serta menemukan alkohol. Pandangan-pandangannya juga dianggap sangat berpengaruh dalam dunia sains, baik di timur maupun di barat (George Sartin: Intorduction to History of Sciense, vol. I, Hal. 280).

Razi dan Ilmu Pengobatan Mata (Ophthalmology)

Meskipun tidak begitu dikenal dalam ophthalmology, Razi telah menghasilkan pengetahuan yang bernilai dalam salah satu cabang ilmu kedokteran ini. Berdasarkan keterangan Prof. Howard, Direktur Research Institute of the History of Frenc Medicine, Razi-lah yang pertama kali mengajukan pandangan-pandangan serta teorinya tentang penglihatan dalam dunia kedokteran.

Berbeda dengan teori-teori mazhab Yunani, terori Razi lebih dekat dengan teori modern fisiologi ilmu pengobatan mata. Secara jelas, Razi menjelaskan tentang reaksi lensa mata terhadap cahaya. Dia juga menetapkan penggunaan salep bagi pengobatan mata (Nabavi : Muhammad Zakariyya Razi, hal.51). sayangnya, Razi sendiri menderita katarak serta menolak untuk menjalani operasi bedah mata.

Razi dan Psikologi

Razi telah menghasilkan beberapa tulisan yang berhubungan dengan psikologi dan status pasien yang menderita depresi, duka cita, histeria, kemurungan, serta kegelisahan. Bukan itu saja, dia juga menawarkan metode terapi bagi gangguan-gangguan kejiwaan tersebut (Dr. Buslim Hirva : Psychopathology, hal. 16). Dalam bukunya yang terbit tahun 1981, History of Psychology, Dr. Buslim mengatakan bahwa pengetahuan psikologi yang dimiliki Razi telah memberikan sumbangan yang sangat memuaskan bagi dunia Barat. (Nabavi : Muhammad Zakariyya Razi, hal.68)

Razi dan Karya Penelitian dalam Ilmu Kimia

Setelah menempuh pelajaran dasar dan bekerja di pabrik pengolahan emas, berkat kepandaiannya, ia memperdalam ilmu kimia dan menemukan alkohol lewat metode penyulingan (distilasi). Dia juga dikenal sebagai pencetus awal ilmu kimia dan farmasi modern. Dia menggunakan babi-babi guinea dalam eksperimen kedokterannya. Dia juga menggunakan sepasang timbangan hydrostatic yang sensitif untuk mengukur berat sesuatu dalam percobaan-percobaannya. Sebagai obat pencuci perut, Razi merekomendasikan air raksa berikut garamnya seperti spagyrist untuk tujuan terapi. Selain itu, Razi menemukan persenyawaan yang digunakan sebagai obat penenang seperti opium yang telah diolah menjadi salep. (ibid..hal.52)

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Razi dikenal secara ilmiah sangat teliti. Inilah yang menyebabkannya disebut sebagai “The top chemical researcher ini Islamic Civilization”. Penemuan utama Razi dalam ilmu kimia abad pertengahan adalah asam sulfur dan alkohol.

Razi telah membagi substansi ilmu kimia ke dalam tiga bagian, yaitu; tumbuh-tumbuhan, substansi dari hewan, dan berbagai macam mineral. Lebih jauh, dia memisahkan mineral ke dalam enam bagian, yakni : elemen-elemen uap, elemen-elemen non–uap, garam-garam, bebatuan, asam belerang, dan boraks, yang semuanya tetap sesuai dengan klasifikasi baru dalam sains modern.

Karya-karya ar-Razi

Karya-karya kedokteran

Ø Al-Hawi fit-Tibb, sebuah ensiklopedi kedokteran

Ø At-Tibal Mansuri, sebuah karya yang membahas tentang penyakit-penyakit, anatomi dan psikologi bagian-bagian tubuh.

Ø Fil-Hifz minal al-Nazla, sebuah karya yang memuat cara-cara pencegahan katarak.

Ø Tibbar Ruhani, sebuah karya yang membahas reaksi-reaksi tubuh dan pikiran.

Ø Bari Alsa’a, al-Judari, al-Fakhir,al-Fossul, al-Madkhal, membahas tentang pantangan mengonsumsi makanan-makanan berbahaya.

Ø Sebuah buku tentang cacar dan campak yang terdiri dari 13 bagian.

Ø Karya-karya komentator terhadap karya-karya Hippocrates dan Galen.

Karya-karya Filsafat

Ø Natural Laws in Philosophy

Ø The Character of Philosophy

Ø An Essay on Metaphysics

Ø Theology

Ø The Qudama al-Khamsa, membahas tentang filosof-filosof Yunani klasik yang meyakini adanya lima yang kekal; Tuhan, Jiwa, Materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolut.

Ø Belief About Time and Place

Ø Belief About Soul and The World

Karya-karya Keagamaan

Ø an-Nubuwa

Ø Habl al- Matin

Tulisan-tulisan tentang Ilmu Kimia

Ø Secrets of Alchemy

Ø Properties of Things

Ø Familiarity with Compound Spices

Ø Alchemy Art


Ø The Secret of Secrets (Sir al-Asrar)

Sumber :http://buletinmitsal.wordpress.com/sosok/muhammad-zakarriya-razi/

Biografi Fazlur Rahman

Biografi Fazlur Rahman

Posted: 12 Maret 2014 in TENTANG FAZLUR RAHMAN


Fazlur Rahman dilahirkan pada tanggal 21 September 1919 di Hazara, suatu daerah di Anak Benua Indo-Pakistan yang sekarang terletak di barat laut Pakistan. Wilayah Anak Benua Indo-Pakistan sudah tidak diragukan lagi telah melahirkan banyak pemikir Islam yang cukup berpengaruh dalam perkembangan pemikiran Islam, seperti Syah Wali Allah, Sir Sayyid Ahmad Khan, hingga Sir Muhammad Iqbal. Nama keluarga Fazlur Rahman adalah Malak, namun nama keluarga Malak ini tidak pernah digunakan dalam daftar referensi baik di Barat ataupun di Timur.
Fazlur Rahman dilahirkan dalam suatu keluarga Muslim yang sangat religius. Kerelegiusan ini dinyatakan oleh Fazlur Rahman sendiri yang mengatakan bahwa ia mempraktekan ibadah-ibadah keisalaman seperti shalat, puasa, dan lainnya, tanpa meninggalkannya sekalipun (1992: 59). Dengan latar belakang kehidupan keagamaan yang demikian, maka menjadi wajar ketika berumur sepuluh tahun ia sudah dapat menghafal Alquran. Adapun mazhab yang dianut oleh keluarganya ialah mazhab Hanafi.
Walaupun hidup ditengah-tengah keluarga mazhab Sunni, Fazlur Rahman mampu melepaskan diri dari sekat-sekat yang membatasi perkembangan intelektualitasnya dan keyakinan-keyakinannya. Dengan demikian, Fazlur Rahman dapat mengekspresikan gagasan-gagasannya secara terbuka dan bebas. Seperti pendapat mengenai wajibnya shalat tiga waktu yang dijalani oleh penganut mazhab Syi’ah, Fazlur Rahman beranggapan bahwa praktek tersebut dibenarkan secara historis karena Muhammad saw. pernah melakukannya tanpa sesuatu alasan (Rahman, 2003: 41).
Orang tua Fazlur Rahman sangat mempengaruhi pembentukan watak dan keyakinan awal keagamaannya. Melalui ibunya, Fazlur Rahman memperoleh pelajaran berupa nilai-nilai kebenaran, kasih saying, kesetiaan, dan cinta. Ayah Fazlur Rahman merupakan penganut mazhab Hanafi yang sangat kuat, namun beliau tidak menutup diri dari pendidikan modern. Tidak seperti penganut mazhab Hanafi fanatik lainnya ketika itu, Ayahnya berkeyakinan bahwa Islam harus memandang modernitas sebagai tantangan-tantangan dan kesempatan-kesempatan. Pandangan ayahnya inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran dan keyakinan Fazlur Rahman (Rahman, 1992: 59). Selain itu, melalui tempaan ayahnya, Fazlur Rahman pada kemudian hari menjadi seorang yang bersosok cukup tekun dalam mendapatkan pengetahuan dari pelbagai sumber, dan melalui ibunyalah kemudian ia sangat tegar dan tabah dalam mengembangkan keyakinan dan pembaruan Islam (A’la, 2003: 34).
Pada tahun 1933, Fazlur Rahman melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah modern di Lahore. Selain mengenyam pendidikan formal, Fazlur Rahman pun mendapatkan pendidikan atau pengajaran tradisinonal dalam kajian-kajian keislaman dari ayahnya, Maulana Syahab al Din. Materi pengajaran yang diberikan ayahnya ini merupakan materi yang ia dapat ketika menempuh pendidikan di Darul Ulum Deoband, di wilayah utara India. Ketika berumur empat belas tahun, Fazlur Rahman sudah mulai mempelajari filsafat, bahasa Arab, teologi atau kalam, hadis dan tafsir (A’la, 2003: 34).
Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Fazlur Rahman kemudian melanjutkan pendidikannya dengan mengambil bahasa Arab sebagai kosentrasi studinya dan pada tahun 1940 ia berhasil mendapatkan gelar Bachelor of Art. Dua tahun kemudian, tokoh utama gerakan neomodernis Islam ini berhasil menyelesaikan studinya di universitas yang sama dan mendapatkan gelar Master dalam bahasa Arab. Menurut Amal (1996: 80), ketika telah menyelesaikan studi Masternya dan tengah belajar untuk menempuh program Doktoral di Lahore, Fazlur Rahman pernah diajak oleh Abul A’la Mauwdudi, yang kelak menjadi “musuh” intelektualitasnya, untuk bergabung di Jama’at al Islami dengan syarat meninggalkan pendidikannya.
Pada tahun 1946, Fazlur Rahman berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya di Oxford University. Keputusannya untuk melanjutkan studinya di Inggris dikarenakan oleh mutu pendidikan di India ketika itu sangat rendah. Dibawah bimbingan Profesor S. Van den Berg dan H A R Gibb, Fazlur Rahman berhasil menyelesaikan studinya tersebut dan memperoleh gelar Ph. D pada tahun 1949 dengan disertasi tentang Ibnu Sina. Disertasi Fazlur Rahman ini kemudian diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul Avicenna’s Psychology.
Selama menempuh pendidikan di Barat, Fazlur Rahman menyempatkan diri untuk belajar pelbagai bahasa asing. Bahasa-bahasa yang berhasil dikuasai olehnya diantaranya ialah Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab dan Urdu (Sutrisno, 2006: 62). Penguasaan pelbagai bahasa ini membantu Fazlur Rahman dalam memperdalam dan memperluas cakrawala keilmuannya (khususnya studi keislaman) melalui penelusuran pelbagai literatur.
Setelah menyelesaikan studinya di Oxford University, Fazlur Rahman tidak langsung ke negeri asalnya Pakistan (ketika itu sudah melepaskan diri dari India), ia memutuskan untuk tinggal beberapa saat disana. Ketika tinggal di tinggal di Inggris, Fazlur Rahman sempat mengajar di Durham University. Kemudian pindah mengajar ke Institute of Islamic Studies, McGill University, Kanada, dan menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy sampai awal tahun 1960. Menurut pengakuan Fazlur Rahman, ketika menempuh studi pascasarjana di Oxford University dan mengajar di Durham University, konflik antara pendidikan modern yang diperolehnya di Barat dengan pendidikan Islam tradisional yang didapatkan ketika di negeri asalnya mulai menyeruak. Konflik ini kemudian membawanya pada skeptisisme yang cukup dalam, yang diakibatkan studinya dalam bidang filsafat (Rahman, 1992: 60).
Setelah tiga tahun mengajar di McGill University, akhirnya pada awal tahun 1960 Fazlur Rahman kembali ke Pakistan setelah sebelumnya diminta bantunnya oleh Ayyub Khan untuk membangun negeri asalnya, Pakistan. Menurut Moosa (2000: 2), permintaan Ayyub Khan kepada Fazlur Rahman ialah bertujuan untuk membawa Pakistan pada khittah berupa negara yang bervisi Islam Selanjutnya pada tahun 1962, Fazlur Rahman diminta oleh Ayyub Khan untuk memimpin Lembaga Riset Islam (Islamic Research Institute) dan menjadi anggota Dewan Penasihat Ideologi Islam (The Advisory Council of Islamic Ideology). Motivasi Fazlur Rahman untuk menerima tawaran dari Ayyub Khan dapat dilacak pada keinginannya untuk membangkitkan kembali visi Alquran yang dinilainya telah terkubur dalam puing-puing sejarah (Rahman, 1992: 63).
Kursi panas yang diduduki oleh Fazlur Rahman akhirnya menuai pelbagai reaksi. Para ulama tradisional menolak jika Fazlur Rahman mendudukinya, ini disebabkan oleh latar belakang pendidikannya yang ditempuh di Barat. Penentangan atas Fazlur Rahman akhirnya mencapai klimaksnya ketika jurnal Fikr-o-Nazar menerbitkan tulisannya yang kemudian menjadi dua bab pertama bukunya yang berjudul Islam. Pada tulisan tersebut, Fazlur Rahman mengemukakan pikiran kontroversialnya mengenai hakikat wahyu dan hubungannya dengan Muhammad saw. Menurut Fazlur Rahman, Alquran sepenuhnya adalah kalam atau perkataan Allah swt, namun dalam arti biasa, Alquran juga merupakan perkataan Muhammad saw. (Rahman, 2003: 33). Akibat pernyataan-pernyataannya tersebut, Fazlur Rahman dinyatakan sebagai munkir-i-Quran (orang yang tidak percaya Alquran). Menurut Amal (1994: 14-15), kontroversi dalam media masa Pakistan mengenai pemikiran Fazlur Rahman tersebut berlalu hingga kurang lebih satu tahun, yang pada akhirnya kontroversi ini membawa pada gelombang demonstrasi massa dan mogok total di beberapa daerah Pakistan pada September 1968. Menurut hampir seluruh pengkaji pemikiran Fazlur Rahman berpendapat bahwa penolakan atasnya bukanlah ditujukan kepada Fazlur Rahman tetapi untuk menentang Ayyub Khan. Hingga akhirya pada 5 September 1968 permintaan Fazlur Rahman untuk mengundurkan diri dari pimpinan Lembaga Riset Islam dikabulkan oleh Ayyub Khan.
Pada akhir tahun 1969 Fazlur Rahaman meninggalkan Pakistan untuk memenuhi tawaran Universitas California, Los Angeles, dan langsung diangkat menjadi Guru Besar Pemikiran Islam di universitas yang sama. Mata kuliah yang ia ajarkan meliputi pemahaman Alquran, filsafat Islam, tasawuf, hukum Islam, pemikiran politik Islam, modernism Islam, kajian tentang al Ghazali, Shah Wali Allah, Muhammad Iqbal, dan lain-lain. Salah satu alasan yang menjadikan Rahman memutuskan untuk mengajar di Barat disebabkan oleh keyakinan bahwa gagasan-gagasan yang ditawarkannya tidak akan menemukan lahan subur di Pakistan. Selain itu, Rahman menginginkan adanya keterbukaan atas pelbagai gagasan dan suasana perdebatan yang sehat, yang tidak ia temukan di Pakistan (A’la, 2003: 40).
Selama di Chicago, Fazlur Rahman mencurahkan seluruh kehidupannya pada dunia keilmuan dan Islam. Kehidupannya banyak dihabiskan di perpustakaan pribadinya di basement rumahnya, yang terletak di Naperville, kurang lebih 70 kilometer dari Universitas Chicago. Rahman sendiri menggambarkan aktitivitas dirinya tersebut laiknya ikan yang naik ke atas hanya untuk mendapatkan udara (Wan Daud, 1991: 108). Dari konsistensinya dan kesungguhannya terhadap dunia keilmuan akhirnya Rahman mendapatkan pengakuan lembaga keilmuan berskala internasional. Pengakuan tersebut salah satunya ialah pada tahun 1983 ia menerima Giorgio Levi Della Vida dari Gustave E von Grunebaum Center for Near Eastern Studies, Universitas California, Los Angeles.
Pada pertengahan dekade 80-an, kesehatan tokoh utama neomodernisme Islam tersebut mulai terganggu, dintaranya ia mengidap penyakit kencing manis dan jantung. Konsistensi Rahman untuk terus berkarya pun ditandai oleh lahirnya karya yang berjudul Revival and Reform in Islam: A Study of Islamic Fundamentalism. Walaupun baru diterbitkan setelah beliau wafat, namun pengerjaannya dilakukan ketika sakit beliau makin parah dengan dibantu oleh puteranya. Akhirnya, pada 26 Juli 1988 profesor pemikiran Islam di Univesitas Chicago itu pun tutup usia pada usia 69 tahun setelah beberapa lama sebelumnya dirawat di rumah sakit Chicago.
Perkembangan Pemikiran dan Karya-Karya
Pemikiran Fazlur Rahman dapat dibagi menjadi tiga fase atau periode, yakni periode awal, periode Pakistan, dan periode Chicago. Periode pertama belangsung sekitar dekade 50-an dan pada periode ini Rahman hanya menghasilkan karya-karya yang besifat historis, seperti Avicenna’s Psycology (1952), Avicenna’s De Anima, dan Propecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958). Melalui ketiga buku Rahman ini akan terlihat jelas concern pemikirannya, yakni kajian historis murni. Namun demikian, kajian yang dilakukan Rahman pada buku yang disebut terakhir mempengaruhi pandangannya tentang proses pewahyuan kepada nabi Muhammad saw (Amal, 1996: 116).
Periode Pakistan merupakan tahapan kedua dari perkembangan pemikiran Rahman yang berlangsung sekitar dekade 60-an. Berbeda dengan periode pertama yang cenderung pada kajian historis dari pemikiran Islam, concern Rahman pada periode ini mengalami perubahan yang radikal, yakni pada kajian-kajian Islam normatif. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan concern pemikiran Rahman ini ialah.
1. Adanya kontroversi yang akut di Pakistan antara kalngan modernis disatu pihak dan kalangan tradisionalis dan fundamentalis di lain pihak. Kontroversi ini bermuara pada definisi Islam untuk negeri Pakistan ketika itu,
2. Kontak yang intens dengan Barat ketika menetap di sana, sangat berarti dalam penyadaran dirinya pada hakikat tantangan Islam pada periode modern,
3. Posisi penting sebagai Direktur Lembaga Riset Islam dan anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan, yang kemudeian mendorong Rahman untuk turut aktif dalam meberikan definisi Islam bagi Pakistan dari kalangan modernis (Sutrisno, 2006: 71-72).
Walaupun belum ditopang oleh metodologi yang sistematis, pada periode ini Rahman sudah mulai melakukan kajian Islam normatif dan terlibat dalam arus pemikiran Islam (Sibawaihi, 2007: 21). Selain itu, Rahman terlibat pula secara intens dalam upaya-upaya menjawab tantangan-tantangan serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat Muslim kontemporer dengan cara merumuskan kembali Islam. Adapun pada periode ini, pemikiran Rahman dicurahkan dalam memenuhi tugasnya dalam merumuskan ajaran Islam yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Pakistan. Keterlibatan Rahman dalam arus pemikiran Islam dapat ditandai oleh beberapa artikel yang ia tulis pada jurnal Islamic Studies pada bulan Maret 1962 hingga Juni 1963. Menurut Açikgenç (dalam Saleh 2007: 27), sebenarnya pada periode kedua ini Rahman sudah berkeinginan mengembangkan metodologi yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Alquran dan Hadis.
Mutiara-mutiara pemikiran yang berhasil dihasilkan oleh Rahman pada periode ini diantaranya Islamic Methodology in History (1965), dan Islam (1966). Buku yang disebut pertama merupakan kumpulan dari beberapa tulisannya yang dipublikasikan di jurnal Islamic Studies. Artikel-artikel dalam buku ini ditulis dengan bertujuan untuk memperlihatkan, pertama, evolusi historis dari aplikasi keempat prinisp pokok pemikiran Islam, yakni Alquran, Sunnah, ijtihad, ijma’. Kedua, perranan aktual dari prinsip-prinsip tersebut bagi perkembangan Islam (Rahman, 1995: ix).
Buku kedua Rahman yang lahir pada peridoe kedua ini ialah berjudul Islam. Buku ini memaparkan perkembangan umum agama Islam selama empat belas abad, oleh karena itu menjadi wajar ketika buku ini menjadi dasar pengantar umum tentang studia Islam. Dua buah artikel pertama yang tersusun dalam buku ini , yakni artikel yang berjudul Muhammad dan Alquran, ketika dipublikasikan di Pakistan sempat menuai pelbagai kontroversi. Kontroversi terjadi berkenaan padangan Rahman mengenai hakikat Alquran dan proses pewahyuannya kepada Muhammad saw. Rahman memandang bahwa Alquran secara keseluruhannya adalah kalam Allah swt. dan dalam artian biasa merupakan perkataan Muhammad saw (Rahman, 2003: 33). Adapaun tulisan-tulisan Rahman yang difokuskan untuk memberi definisi Islam di Pakistan diantaranya ialah Some Reflection on the Reconstruction of Muslim Society in Pakistan, Implementation of the Islamic Concept of State in the Pakistan Milieu, dan The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems.
Perkembangan dan periode pemikiran Fazlur Rahman berikutnya ialah periode Chicago yang terhitung dari kepindahannya ke Chicago. Seluruh karya Rahman yang dihasilkan pada periode ini mencakup kajian Islam historis dan normatif. Adapun karya-karya yang berhasil ia hasilkan pada periode ini diantaranya The Philosophy of Mulla Shadra, Major Themes of The Qur’an, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, dan Health and Medicine in Islamic Tradition.
Buku yang pertama penulis sebut di atas murni merupakan karya yang bertemakan Islam historis dan tidak memiliki hubungan dalam kajian-kajian Islam normatif. Sedangkan buku kedua karya Rahman pada periode kedua ini membahas mengenai delapan tema pokok Alquran, yakni Tuhan, Manusia sebagai Individu, Manusia Anggota Masyarakat, Alam Semesta, Kenabian dan Wahyu, Eskatologi, Setan dan Kejahatan, serta Lahirnya Masyarakat Muslim. Buku yang kerap kali disebut sebagai magum opus Fazlur Rahman ini mengkaji pelbagai ayat-ayat Alquran yang berhubungan dengan tema-tema yang telah disebut sebelumnya dan kemudian ditafsirkan dengan cara menghubungkan ayat-ayat tersebut. Selain itu, buku karya Rahman ini merupakan sikap atau tanggapannya atas pelabagai buku atau tulisan yang dibuat oleh para orientalis (seperti Richard Bell, Montgomery Watt, John Wansbrough, dal lain sebagainya) yang kerap kali menghubungkan atau beranggapan bahwa Alquran merupakan kelanjutan atau terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang pernah ada sebelumya (seperti Yahudi dan Nasrani). Melalui karya ini, Rahman berhasil membangun landasan filosofis yang terga untuk perenungan kembali makna dan pesan Alquran bagi kaum Muslim kontemporer.
Buku berikutnya yang Rahman hasilkan pada periode Chicago ini ialah Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition. Buku ini sangat jelas memperlihatkan intensitas Rahman dalam menata masa depan Islam dan umatnya. Dengan demikian, buku ini tidak melulu membahas Islam historis yang tidak memberikan solusi kongkrit bagi pembangunan umat Islam dan bekal untuk umat Islam dalam menghadapi periode modern. Berikutnya ialah buku yang berjudul Helath and Medicine in Islamic Tradition, buku ini berusaha menangkap kaitan organis antara Islam sebagai sebuah sistem kepercayaan dan Islam sebagai sebuah tradisi pengobatan manusia.
Setelah mengkaji perkembangan pemikiran Rahman yang didasarkan pada buku-buku yang ia hasilkan sepanjang karir intelektualitasnya, maka dapat dikatakan bahwa Rahman mengalami perubahan concern pemikiran serta kajiannya. Perubahan yang cukup signifikan ini disebabkan oleh kesadaran Rahman bahwa Islam dewasa ini tengah menghadapi krisis yang sebagian akarnya terdapat dalam Islam sejarah, pengaruh-pengaruh Barat dengan tantangan-tantangan modernitasnya, kemudian membuatnya berupaya membuat atau merumuskan soluai terhadap krisis tersebut (Amal, 1996: 148-149).
Secara keseluruhan buku-buku yang Rahman hasilkan berjumlah sepuluh buah. Namun demikian, bukan berarti bahwa Fazlur Rahman hanya menghasilkan buku-buku an sich. Sepanjang karir intelektualitasnya, doctor lulusan Oxford University tersebut menulis pelbagai artikel di beberapa jurnal ilmiah dan sebagian dari artikel-artikel tersebut dikumpulkan menjadi beberapa buku. Adapun buku-buku yang dihasilkan olehnya ialah sebagai berikut.
  1. Avicenna’s Psycology
  2. Propecy in Islam: Philosophy and Ortodoxy
  3. Avicennas’s De Anima, being the Psycological Part of Kitab al Shifa
  4. The Philosophy of Mulla Shadra
  5. Islamic Methodology in History
  6. Islam
  7. Major Times of the Qur’an
  8. Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition
  9. Revival and Reform in Islam: A Study of Islamic Fundamentalism
  10. Health and Medicine in Islamic Tradition
Sumber :http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/tokoh-islam-dunia-fazlurrahman.html 

Senin, 10 Maret 2014

BUYA HAMKA

 MASA LALU BUYA HAMKA

Buya Hamka lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat menjadi HAMKA.
Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seseorang yang dihormati.
Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA (1908-1981), adalah akronim dari nama sebenarnya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertumbuhan Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

SUMBER: Anonym berbagai sumber